Pendahuluan
Berbicara tentang Negara Malaysia ada keunikan tersendiri,. Sebagaimana kita ketahui bahwa Malaysia menyuguhkan suatu pengalaman Islam yang unik. Malaysia adalah sebuah masyarakat yang multi-etnik, multi-komunal dan multi-agama tempat bangsa Melayu yang merupakan 45 persen dari seluruh penduduknya. Namun demikian bangsa melayu mempunyai kekuatan politik dan budaya yang dominan. Sisanya terdiri dari berbagai kelompok etnik dan keagamaan dan yang terbesar adalah komunitas Cina (35 persen) dan India (10 persen). Tidak dapat dielakan bahwa keberadaan dua etnik tersebut di Malaysia merupakan produk sejarah. Sebagaimana kita ketahui bahwa Malaysia (Melayu) berada pada persimpangan jalur perdagangan Asia Tenggara, semenananjung Melayu menjadi pusat berkumpulnya berbagai pengaruh Agama dan Kebudayaan karena disinilah para pedagang dari India, Arab, dan Cina serta kaum penjajah Portugis, Belanda dan Inggris membawa serta ajaran Hindu, Budha, Kristen dan Islam ke Asia sehingga membentuk mozaik kebudayaan yang sangat kaya warna.
Dua proses kebudayaan yang paling kuat membentuk wilayah tersebut adalah Indianisasi yang berlangsung selama berabad-abad yang kemudian disusul dengan Islamisasi dari abad keempatbelas disaat para pedagang Muslim dan para Sufi dari Arab dan India mengajak para penguasa (sultan) Melayu untuk memeluk Agama Islam dan menyebarkan Islam ke seluruh wilayah Asia Tenggara.[1]
Karena Negara Malaysia juga merupakan bekas daerah jajahan Portugis dan Belanda yang kemudian disusul dengan kedatangan Inggris pada akhir abad ke-18. Tentunya hal tersebut nantinya akan berpengaruh terhadap produk hukum yang dibuat Malaysia , karena tidak menutup kemungkinan hukum yang dibawa penjajah juga membumi di Malaysia. Dari beberapa uraian diatas merupakan pijakan penulis untuk membahas Hukum Keluarga Islam di Malaysia karena disamping menengok sejarah Malaysia ke belakang tentunya juga harus melihat kondisi sosio politik yang berkembang di Malaysia yang kesemuanya itu merupakan faktor penentu dari produk hukum yang dihasilkan
Gambaran Umum Tentang Negara Malaysia
Malaysia merupakan Negara bagian yang memiliki tigabelas Negara Federasi diantaranya Johor, Kedah, Kelantan, Malaka, Negerisembilan, Pahang, Perak, Perlis, Pulau Pinang, Sabah, Serawak, Selangor dan Trengganu dan tiga wilayah persektuan[2] diantaranya Kuala Lumpur, Labuan dan Putra Jaya. Negara Malaysia pernah berada di bawah kekuasaan Portugis dan Belanda sebelum menjadi wilayah jajahan Inggris sejak akhir abad ke-18. Traktat Inggris-Belanda yang ditandatangani pada tahun 1824 di London meresmikan kekuasaan Inggris di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Malaysia dan Singapura. Kedua Negara ini adalah penerus wilayah-wilayah yang pada masa penjajahan disebut Straits Settlement ( Penang, Singapura dan Malaka), Federated Malay States ( Selangor, Perak, Pahang, Negeri Sembilan) dan Unfederated Malay States (Perlis, Kedah, Kelantan, Terengganu, dan Johor). Sabah dan Serawak yang dulu disebut sebagai Borneo Inggris, kemudian bergabung dengan Malaysia.[3]
Federasi Malaysia telah merdeka dari jajahan Inggris pada tanggal 31 Agustus 1957. Penganut Agama Islam pada tahun 2004 sekitar 60 persen dari keseluruhan jumlah penduduk, sebagian besar umat Islam di Malaysia bermazhab Syafi'I sekalipun ada juga yang menganut mazhab Hanafi walau dalam jumlah sedikit. Agama-agama lain yang ada di Malaysia diantaranya Budha ( Cina dan India), Hindu dan Kristen. Sebagaimana termaktub dalam konstitusi Malaysia pada bagian 1 Pasal 3 dinyatakan bahwa " Islam adalah agama Federasi", tetapi agama-agama lain diterima dan diperkenankan . Dalam konstitusi Malaysia juga menetapkan bahwa Kepala Negara bagian adalah kepala agama Islam. Dalam pasal 11 juga disebutkan bahwa Malaysia menerima prinsip kebebasan beragama.[4]
Hal yang menarik dari Konstitusi Malaysia sebagaimana dikatakan John L. Esposito[5] adalah bahwa konstitusi tersebut mengabadikan identifikasi agama dan etnik( kedudukan istimewa bagi Islam, Sultan dan kaum Muslim Melayu). Menurutnya konstitusi tersebut mendefinisikan orang melayu sebagai " Orang yang mengaku memeluk agama Islam, terbiasa berbicara dengan bahasa melayu, dan menyesuaikan diri dengan adat-isitiadat Melayu".Orang-orang melayu menikmati hak istimewa yang mencakup system kuota Melayu dalam pendidikan, pemerintahan, dan bisnis.
Sosio Politik Negara Malaysia
Sebagaimana kita ketahui bahwa Malaysia merupakan Negara multi-komunal, Sejak awalnya dengan adanya dua etnis yakni Cina dan India merupakan masa dimana Malaya dalam proses Indianisasi, yang kemudian disusul pula upaya Islamisasi dari beberapa pedagang muslim dan para Sufi dari Arab. Atas dasar itu maka John L. Espositro[6] menganggap bahwa sejak periode paling awal di Malaysia, Islam mempunyai ikatan erat dengan politik dan Masyarakat, secara tradisional di Negara-negara bagian Melayu, seluruh aspek pemerintahan , jika tidak diambil langsung dari sumber dan prinsip keagamaan, diliputi oleh aura kesucian agama. Islam menjadi unsur inti identitas dan kebudayaan Melayu, memberikan kesadaran tentang agama, nilai-nilai tradisonal, kehidupan pedesaan dan kehidupan keluarga secara terpadu. Lebih jauh lagi dikatakan bahwa Islam merupakan sumber legitimasi para sultan, yang memegang peran sebagai pemimpin agama, pembela iman, dan pelindung hokum Islam, sekaligus pendidikan dan nilai-nilai adat. Islam dan identitas Melayu saling berjalin berkelindan, menjadi orang Melayu berarti menjadi Muslim.
Pada saat Melayu dijajah oleh Inggris nilai-nilai Islam sebagaimna tersebut diatas menjadi terusik, karena memang watak kolonialisme inggris adalah politik pecah belah, dismping itu juga adanya upaya Inggris untuk memisahkan antara Agama dan Negara hal ini terwujud dengan diperkenalkannya administrasi sipil dan sistem hukum yang berbeda dengan sistem hukum dan peradilan Islam. Pada saat yang sama, masyarakat juga menjadi lebih pluralistis yang disebabkan adanya imigrasi besar-besaran orang-orang non- Muslim Cina dan India. Usulan –usulan Inggris kepada serikat Melayu untuk bersatu dengan kesamaan hak warga Negara bagi semua orang ditolak oleh bangsa Melayu, karena dikhawatirkan adanya pertumbuhan populasi, kekuatan ekonomi, serta pengaruh komunitas Cina dan India .
Dari serentetan gejolak politik bangsa Melayu maka pada saat yang sama yakni pada tahun 1951 munculah Partai Islam pan Melayu (PMIP : Pan Malaya Islamic party) yang kini dinamakan dengan PAS( Partai Islam Se-Malaysia) yang menawarkan pesan dan program partai yang menggabungkan nasionalisme Melayu dan Islam.[7] Menurut Taufik Adnan bahwa partai ini lebih bersifat konservatif karena ingin menjadikan Islam sebagai landasan perjuangannya serta menjadikan Islam yang mereka pahami sebagai sistem cara hidup sempurna, yang mencakup aturan-aturan pidana Islam, sebagai konstitusi dan hukum yang berlaku di Malaysia.[8] Sementara UMNO ( United Malaya National Organization) yang didukung oleh ABIM[9] (Angkatan Belia Islam Malaysia) lebih kepada menggunakan pendekatan akomodatif dan moderat dan tidak kaku dalam memaknai Islam. Dapat penulis simpulakan bahwa dalam kancah perpolitikan nasional Malaysia terdiri dari dua kubu yang bersimpangan pendangan mengenai Islam. PAS lebih cendurung untuk menjadikan Negara Islam dalam arti Negara yang menjadikan hukum Allah sebagai hukum yang berdaulat yang berarti syariat islam menjadi konstitusi Negara. Sedangkan UMNO dan ABIM lebih kepada upaya menghidupkan nilai-nilai islam dalam konteks masyarakat yang pluralis serta bersikap akomodatf terhadap dua etnis ( Cina dan India) yang ada di Malaysia.
Hukum Keluarga Islam di Malaysia
Menurut Khiruddin Nasution bahwa setelah terjadinya pembaharuan UU Keluaraga Malaysia maka apabila dikelompokan maka Undang-Undang keluarga Islam yang berlaku di Malaysia akan lahir dua kelompok besar:[10]
UU yang mengikuti akta persekutuan yakni Selangor, Negeri Sembilan, pulau Pinang, Pahang, Perlis, Terengganu, Serawak dan Sabah.
Kelantan, Johor, Malaka, dan Kedah meskipun dicatat banyak persamaannya tetapi ada perbedaan yang cukup menyolok , yakni dari 134 pasal yang ada terdapat perbedaan sebanyak 49 kali.
UU Perakawinan di Malaysia dalam Sejarah
· Sebelum Penjajahan Inggris
Sebelum masuknya Inggris hokum yang berlaku adalah hokum Islam yang masih bercampur dengan hukum adat, menurut Abdul Munir Yaacob mengatakan bahwa undang-undang yang berlaku dinegara-negara bagian sebelum campur tangan inggris adalah adat pepatuh untuk kebanyakan orang-orang Melayu di Negarasembilan dan beberapa kawasan di Malaka, dan adapt Temenggung dibagian semenanjung. Sedangkan orang Melayu di Serawak mengikuti Undang-undang Mahkamah Melayu Serawak. Undang-undang tersebut sangat dipengaruhi oleh hukum Islam dan utamanya dalam maslah perkawinan, perceraian dan jual beli.[11]
· Masa Penjajahan Inggris
Pada tahun 1880 Inggris mengakui keberadaan hukum perkawinan dan perceraian Islam dengan memperkenalkan Mohammedan Marriage Ordinance, No.V Tahun 1880 untuk diberlakukan di Negara-negara selat (Pulau Pinang, Malaka, dan Singapore) yang isinya :[12]
BAB I : Pendaftaran Perkawinan dan perceraian ( Pasal 1 sd 23)
BAB II : Pelantikan Qadi ( pasal 24 s.d 26)
BAB III : Harta Benda dalam Perkawinan (Pasal 27)
BAB IV : Ketentuan Umum ( Pasal 28 s,d 33)
Sementara untuk Negara-negara Melayu berskutu ( perak, Selangor, Negerisembilan, dan Pahang) diberlakukan Registration of Muhammadan Marriages and Divorces Enactment 1885. dan untuk Negara-negara Melayu tidak bersekutu atau Negara-negara bernaung (kelantan, terengganu, perils, Kedah dan Johor) diberlakukan The Divorce Regulation tahun 1907.[13]
· Setelah Merdeka
Setelah Malaysia merdeka upaya pembahruan hukum keluarga sudah mencakup seluruh aspek yang berhubungan dengan perkawinan dan perceraian, bukan hanya pendaftaran perkawinan dan perceraian seperti pada undang-undang sebelumnya. Usaha tersebut dimulai pada tahun 1982 oleh Melaka, Kelantan dan Negeri sembilan yang kemudian diikuti oleh Negara-negara bagian lain. Undang-undang perkawinan Islam yang berlaku sekarang di Malaysia adalah undang-undang perkawinan yang sesuai dengan ketetapan undang-undang masiang negeri. Undang-undang Keluarga tersebut diantaranya :[14] UU Keluarga Islam Malaka 1983, UU Kelantan 1983, UU Negeri Sembilan 1983, UU Wilayah Persekutuan 1984, UU Perak 1984 ( No.1), UU kedah 1979, UU Pulau Pinang 1985, UU Trengganu 1985, UU Pahang 1987, UU Selangor 1989, UU johor 1990, UU Serawak 1991, UU Perlis 1992, dan UU Sabah 1992.
Materi Hukum Keluarga Islam di Malaysia
Pencatatan Perkawinan di Malaysia
Hukum Perkawinan di Malaysia juga menharuskan adanya pendaftaran atau pencatatan perkawinan. Proses pencatatan secara prinsip dilakukan setelah Akad Nikah. Hanya saja dalam prakteknya proses pencatatan ada tiga jenis diantaranya :
Pertama: Untuk yang tinggal di Negara masing-masing pada dasarnya pencatatan dilakukan segera setelah selesai akad nikah, kecuali Kelantan yang menetapkan tujuh hari setelah akad nikah dan pencatatan tersebut disaksikan oleh wali dan dua orang saksi dan pendaftar. Sebagaimana dalam UU Pulau Pinang Pasal 22 Ayat 1 dinyatakan :
Selepas Sahaja akad nikah sesuatu perkahwinan dilakukan, Pendaftar hendaklah mencatat butir-butir yang ditetapkan dan ta'liq yang ditetapkan atau ta'liq lain bagi perkahwinan didalam daftar perkahwinan.
Kedua: Orang asli Malaysia yang melakukan perkawinan dikedutaan Malaysia yang ada diluar negeri. Untuk kasus ini proses pencatatan secara prinsip sama dengan proses orang Malaysia yang melakukan perkawinan di negaranya. Perbedaanya adalah hanya pada petugas pendaftar, yakni bukan oleh pendactar asli yang angkat di Malaysia , tetapi pendaftar yang diangkat di kedutaan atau konsul Malaysia di Negara yang bersangkutan. Sebagimana dalam UU Pulau Pinang Pasal 24 Ayat 1 dinyakatakan :
(1) Tertakluk kepada subsyksen. (2) perkahwinan boleh diakadkan mengikuti hokum syara oleh pendaftar yang dilantik dibawah seksyen.
Dalam Pasal 28 Ayat 3 dinyatakan :
Dikedutaan Suruhhanjaya Tinggi atau pejabat konsul Malaysia dimana-mana Negara yang telah memberitahu kerajaan Malaysia tentang bentahannya terhadap pengakad nikahan perkawinan di kedutaan Suruhanjaya Tinggi atau pejabat konsul itu.
Ketiga : Orang Malaysia yang tinggal di luar negeri dan melakukan perkawinan tidak di kedutaan atau konsul Malaysia yang ada di Negara bersangkutan. Proses untuk kasus ini adalah bahwa pria yang melakukan perkawinan dalam masa enam bulan setelah akad nikah, mendaftarkan kepada pendaftar yang diagkat oleh kedutaan dan konsul terdekat. Apabila yang bersangkutan pulang ke Malaysia sebelum habis masa enam bulan maka boleh juga mendaftar di Malaysia. Ketentuan ini berdasarkan UU Serawak pasal 29 ayat 1, UU Kelantan dan UU Negara sembilan.
Pembatasan Usia Perkawinan
Dalam peraturan perundang-undangan Malaysia membatasi usia perkawinan minimal 16 tahun bagi mempelai perempuan dan 18 tahun bagi mempelai laki-laki. Ketentuan ini berdasarkan UU Malaysia yang berbunyi :
Had umur perkahwinan yang dibenarkan bagi perempuan tidak kurang dari 16 tahun dan laki-laki tidak kurang daripada 18 tahun. Sekiranya salah seorang atau kedua-dua pasangan yang hendak berkahwin berumur kurang daripada had umur yang diterapkan, maka perlu mendapatkan kebenaran hakim syariah terlebih dahulu.
Perceraian di Malaysia
Adapun alas an –alasan perceraian dalam undang-undang keluarga di Malaysia adalah sama dengan alas an-alasan terjadinya fasakh. Sebagaimana dalam UU Perak dan UU Pahang disebutkan ada lima alas an yang menyebabkan terjadinya perceraian, diantaranya :
Suami gila /mengidap penyakit kusta.
Suami impotent.
Izin/perstujuan perkawinan dari istri secara tidak sah, baik karena paksaan.
Pada waktu perkawinan istri sakit jiwa.
Atau alasan –alasan yang sah untuk fasakh menurut sayri'ah.
Sementara yang berlaku di Negarasembilan, Persekutuan Pulau Pinang dan Selangor , tercatat beberapa alas an sama seperti di Perak dan Pahang tetapi ada beberapa tambahan alas an diantaranya :
a. Tidak diketahui tempat tinggal suami selama satu tahun.
b. Suami tidak memberi nafkah selama tiga bulan.
c. Suami dipenjara selama tiga tahun atau lebih.
d. Suami tidak memberikan nafkah batin selama satu tahun.
e. Isteri dinikahkan bapak sebelum berumur enambelas tahun menolak perkawinan tersebut dan belum disetubuhi suami.
f. Suami menganiaya isteri.
Dari beberapa alas an tersebut diatas ada tiga hal yang perlu dperhatikan. Pertama, meskipun semua undang-undang menjadikan unsure gila sebagai alas an perceraian. Undang-undang Negeri sembilan, Pulau Pinang, Selangor dan Serawak mensyaratkan sakitnya minimal 2 tahun. Sementara UU Kelantan, Pahang, Perak tidak mensyaratkan batas minimal. Kedua, semua undang-undang mencantumkan alas an-alasan lain untuk fasakh. Ketiga, Undang-undang kelantan, Negeri sembilan, perskutuan Pulau Pinang, Selangor dan Serawak mencantumkan perkawinan paksa sebagai salah satu alasan perceraian.
Poligami di Malaysia
Berdasarkan Undang-undang Perkawinan di Malaysia tentang boleh atau tidaknya seorang laki-laki melakukan poligami. Adapun mengenai syarat yang harus dipenuhi bagi seseorang yang hendak melakukan poligami adalah adanya izin tertulis dari Hakim, ketentuan ini hamper tercantum di semua undang-undang perkawinan Negara bagian. Namun demikian ada beberapa berbedaan yang secara garis besar dapat dikelompokan menjadi diantaranya :
Pertama, yang merupakan kelompok mayoritas ( UU Negeri sembilan Pasal 23 ayat 1, UU Pulau Pinang Pasal 23 ayat 1, UU Selangor pasal 23 ayat 1, UU Pahang Pasal 23 ayat 1, UU Wilayah Persekutuan Pasal 21 ayat 1, UU Perak Pasal 21 ayat1 dalam pasal-pasal tersebut dinyatakan:
Tiada seorang laki-laki boleh berkahwin dengan seorang lain dalam masa dia masih beristrikan istrinya yang sedia ada kecuali dengan terlebih dahulu mendapatkan kebenaran secara tertulis daripada hakim syari'ah, dan jika dia berkahwin sedemikian tanpa kebenaran tersebut maka perkawinan itu tidak boleh didaftarkan dibawah
Enakmen.
Dalam UU Perak pasal 21 ayat 1 ada tambahan kalimat :
Mendapat pengesahan lebih dahulu dari Hakim bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isterinya.
Kedua, Poligami tanpa adanya izin dari pengadilan boleh didaftarkan denga syarat lebih dahulu membayar denda atau menjalani hukuman yang telah ditentukan. Ketentuan ini berlaku terhadap Negara-negara seperti Serawak dan Kelantan> Pertimbangan pengadilan memberi izin atau tidak, dilihat dari pihak isteri dan suami. Adapun beberapa alas an yang dapat dikemukakan isteri diantaranya, karena kemandulan, udzur jasmani, tidak layak dari segi jasmani untuk bersetubuh, isteri gila. Sedangkan beberapa alas an yang dapat dikemukakan suami diantaranya, kemampuan secara ekonomi, berusaha untuk bias berbuat adil, perkawinan yang dilakukan tidak membahayakan agama, nyawa, badan, akal, atau harta benda isteri yang lebih dahulu dinikahi.
Ketentuan Pidana dalam UU Perkawinan di Malaysia
Ketentuan piadana UU Perkawinan di Malaysia secara tegas diatur dalam perundang-undangannya, seperti dalam beberapa masalah seperti berikut :
1. Poligami
Suami yang melakukan poligami tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang ditetapkan, secara umum dapat dikenakan hukuman berupa hukuman denda maksimal seribu ringgitatau kurungan maksimal 6 bulan atau kedua-duanya sekaligus. Demikian juga bagi suami yang tidak mampu berlaku adil terhadap isteri-isterinya dapat digolongkan sebagai orang yang melanggar hokum dapat dikenakan sangsi hukuman denda maksimal seribu ringgit atau kurungan maksimal 6 bulan atau kedua-duanya.
2. Pencatatan Perkawinan
Bagi orang yang melakukan perkawinan di luar Malaysia dan tidak sesuai dengan aturan yang ada adalah perbuatan melnaggar hukum maka dapat dihukum dengan membayar denda sebesar seribu ringgit atau penjara maksimal 6 bulan atau kedua-duanya.
3. Perceraian
Bagi orang yang malanggar peraturan tentang perceraian, baik suami atau isteri, misalnya melakukan perceraian di luar pengadilan dan tidak mendapatkan pengesahan atau pengakuan dari pengadilan, atau membuat surat pengakuan palsu bias dihukum dengan hukuman denda sebesar seribu ringgit atau penjara maksimal enam bulan atau kedua-duanya.
Perkawinan Beda Agama
Larangan perkawinan beda Agama di Malaysia didasarkan pada ketentuan yang termuat dalam seksyen 51 Akta pembaharuan UU ( Perkawinan dan Perceraian) 1976 sebagaimana disebutkan :
Jika salah satu pihak kepada suatu perkahwinan telah masuk Islam, pihak yang satu tidak masuk Islam boleh untuk perceraian. Dengan syarat bahwa tiada suatu permohonan dibawah syeksen boleh diserahkan sebelum tamat tempo tiga bulan dari tarikh masuk Islam itu.
Oleh : Fathudin Alkalimasy
Daftar Pustaka
Adnan Amal, Taufik dkk, Politik Syariat islam dari Indonesia hingga Nigeria, ( Jakarta : Pustaka Alvabet, 2004) cet. 1
L. Esposito, John, Identitas Islam Pada Perubahan Sosial Politik,( Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1986) cet.1
--------------------, Demokrasi di Negara-Negara Muslim, (Jakarta : Penerbit Mizan, 1999) Cet. 1
Nasution, Harun dan Azyumardi Azra, Perkembangan Modern Dalam Islam,( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1985) Cet.1
Nasution, Khairuddin dan Atho' Muzdhar, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern; Studi Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab fiqih, (Jakarta : Ciputat Press,2003) Cet.1
[1] John L. Esposito dan John O.Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim, ( Jakarta : Penerbit Mizan, 1999) hlm.165
[2]Wilayah persekutuan adalah salah satu negeri atau wilayah yang membentuk persekutuan tanah Melayu ( Malaysia).Wilayah persekutuan diperintah secara langsung oleh kerajaan persktuan dibawah kekuasaan Perdana Mentri. Lihat taufik Adnan Kamal dan Samsu Rizal Panggabean, Politik Syariat Islam dari Indonesia hingga Negeria,( Jakarta : Pustaka Alvabet, 2004) hlm.156
` [3] Adnan Kamal dan Samsu Rizal Panggabean, Ibid, hlm.156
[4] Ibid, hlm.157.
[5]John L. Esposito, Demokrasi di Negara-Negara Muslim,( Jakarta : Penerbit Mizan, 1999) hlm.167
[6]John L. Esposito, Demokrasi di Negara-Negara Muslim,( Jakarta : Penerbit Mizan, 1999) hlm.166
[7]John L. Esposito, Demokrasi di Negara-Negara Muslim,( Jakarta : Penerbit Mizan, 1999) hlm.166
[8] Taufik Adnan Kamal dan Samsu Rizal Panggabean, Politik Syariat Islam dari Indonesia hingga Negeria,( Jakarta : Pustaka Alvabet, 2004) hlm.
[9]ِABIM adalah gerakan pemuda Islam yang lebih mendukung UMNO dipimpin oleh oleh aktivis muda Anwar Ibrahim almunus Universitas Malaysia, diantara pemikirannya adalah dia tidak sepakat dengan adanya usaha pembentukan undang-undang yang ditawarkan PAS mngenai khalwat yang dan bagian-bagian kecil lain dari ajaran Islam. Menurutnya bahwa hal yag perlu mendapat perhatian pada persoalan hubungan komunal, politik dan ekonomi . Lihat John L. Esposito , Identtas Islam Pada Perubahan Sosial Politik,( Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986)hlm.261.
[10] Khoiruddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, Studi Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab Fiqih, (Jakarta :Ciputat Press,2003) hlm.22
[11] Abdul Monir Yacob, Pelaksanaan Undang-Undang dalam Mahkamah Syariyah dan Mahkamah Sipil di Malaysia,( Kuala Lumpur: Institut Kefahaman Malaysia (IKIM), 1995) hlm.8
[12] Nasution Khoiruddin, Status Wanita di Asia Tenggara; Studi Terhadap Perundang-Undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia ( Jakarta : INIS, 2002) hlm 62-65
[13] Khoiruddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, Studi Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab Fiqih, (Jakarta :Ciputat Press,2003) hlm 20
[14] Khoiruddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, Studi Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab Fiqih, (Jakarta :Ciputat Press,2003) hlm.20-21
Daftar Pustaka
Adnan Amal, Taufik dkk, Politik Syariat islam dari Indonesia hingga Nigeria, ( Jakarta : Pustaka Alvabet, 2004) cet. 1
L. Esposito, John, Identitas Islam Pada Perubahan Sosial Politik,( Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1986) cet.1
--------------------, Demokrasi di Negara-Negara Muslim, (Jakarta : Penerbit Mizan, 1999) Cet. 1
Nasution, Harun dan Azyumardi Azra, Perkembangan Modern Dalam Islam,( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1985) Cet.1
Nasution, Khairuddin dan Atho' Muzdhar, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern; Studi Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab fiqih, (Jakarta : Ciputat Press,2003) Cet.1
[1] John L. Esposito dan John O.Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim, ( Jakarta : Penerbit Mizan, 1999) hlm.165
[2]Wilayah persekutuan adalah salah satu negeri atau wilayah yang membentuk persekutuan tanah Melayu ( Malaysia).Wilayah persekutuan diperintah secara langsung oleh kerajaan persktuan dibawah kekuasaan Perdana Mentri. Lihat taufik Adnan Kamal dan Samsu Rizal Panggabean, Politik Syariat Islam dari Indonesia hingga Negeria,( Jakarta : Pustaka Alvabet, 2004) hlm.156
` [3] Adnan Kamal dan Samsu Rizal Panggabean, Ibid, hlm.156
[4] Ibid, hlm.157.
[5]John L. Esposito, Demokrasi di Negara-Negara Muslim,( Jakarta : Penerbit Mizan, 1999) hlm.167
[6]John L. Esposito, Demokrasi di Negara-Negara Muslim,( Jakarta : Penerbit Mizan, 1999) hlm.166
[7]John L. Esposito, Demokrasi di Negara-Negara Muslim,( Jakarta : Penerbit Mizan, 1999) hlm.166
[8] Taufik Adnan Kamal dan Samsu Rizal Panggabean, Politik Syariat Islam dari Indonesia hingga Negeria,( Jakarta : Pustaka Alvabet, 2004) hlm.
[9]ِABIM adalah gerakan pemuda Islam yang lebih mendukung UMNO dipimpin oleh oleh aktivis muda Anwar Ibrahim almunus Universitas Malaysia, diantara pemikirannya adalah dia tidak sepakat dengan adanya usaha pembentukan undang-undang yang ditawarkan PAS mngenai khalwat yang dan bagian-bagian kecil lain dari ajaran Islam. Menurutnya bahwa hal yag perlu mendapat perhatian pada persoalan hubungan komunal, politik dan ekonomi . Lihat John L. Esposito , Identtas Islam Pada Perubahan Sosial Politik,( Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986)hlm.261.
[10] Khoiruddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, Studi Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab Fiqih, (Jakarta :Ciputat Press,2003) hlm.22
[11] Abdul Monir Yacob, Pelaksanaan Undang-Undang dalam Mahkamah Syariyah dan Mahkamah Sipil di Malaysia,( Kuala Lumpur: Institut Kefahaman Malaysia (IKIM), 1995) hlm.8
[12] Nasution Khoiruddin, Status Wanita di Asia Tenggara; Studi Terhadap Perundang-Undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia ( Jakarta : INIS, 2002) hlm 62-65
[13] Khoiruddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, Studi Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab Fiqih, (Jakarta :Ciputat Press,2003) hlm 20
[14] Khoiruddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, Studi Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab Fiqih, (Jakarta :Ciputat Press,2003) hlm.20-21